“Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa”
Artinya:
“Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah semata.”
- Menuangkan air dari bejana (gayung) untuk mencuci telapak tangan sebanyak tiga kali ;
- Kemudian menyiduk air dengan tangan kanan lalu berkumur-kumur dan
memasukkan air ke
hidung dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali ;
- Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku sebanyak tiga kali ;
- Kemudian mengusap kepala dan kedua telinga sekali usap ;
- Kemudian mencuci kaki sampai mata kaki sebanyak tiga kali. Ia boleh
membasuhnya sebanyak dua kali atau mencukupkan sekali basuhan saja.
Setelah itu hendaknya ia berdoa:
“Asyhadu allaa ilaaha illallah wahdahu laa
syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, Allahummaj
‘alni minat tawwabiin waj’alni minal mutathahhiriin.”
Artinya: “Saya bersaksi
bahwa tiada ilaah yang berhak disembah dengan benar selain Allah semata
tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya. Yaa Allah jadikanlah hamba termasuk orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.“
Adapun sebelumnya hendaklah ia mengucapkan ‘bismillah’ berdasarkan hadits yang berbunyi:
“Tidak sempurna wudhu’ yang tidak dimulai dengan membaca asma Allah (bismillah).”(H.R At-Tirmidzi 56)
\
Berwudhu dengan Air yang Tercampur Sabun:
Bolehkah berwudhu dengan air bak mandi yang terkena percikan sabun hingga berubah warna, bau, dan rasanya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Muhammad As-Sarbini Al-Makassari :
Air yang mengalami perubahan dari aslinya, baik perubahan warna, bau,
atau rasa karena pengaruh campuran unsur lain yang suci, namun tidak
didominasi oleh campuran tersebut dan masih tetap dinamakan air, tetap
suci dan menyucikan (thahur). Seperti perubahan air bak yang bercampur
dengan percikan sabun, air kolam yang kejatuhan daun-daun, air sawah
yang bercampur tanah, atau yang lainnya. Ini tetap dinamakan air dan sah
untuk wudhu atau mandi.
Berbeda halnya dengan air yang dicampur dengan bahan minuman
seperti susu, kopi, teh, atau bumbu masakan, dan semacamnya, yang
mendominasinya dan mengubah namanya menjadi nama lain, sehingga tidak
lagi dinamakan air secara mutlak. Misalnya, dinamakan minuman
teh, kopi, susu, atau kuah, dan yang semacamnya. Yang seperti ini sudah
tidak termasuk kategori air yang menyucikan, meskipun suci. Dengan
demikian, jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi.
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berwudhu dengan air laut. Padahal air
laut telah berubah rasanya menjadi asin dengan perubahan yang sangat
drastis dari asal rasa air yang tawar. Demikian pula perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menggunakan air yang dicampuri daun
bidara (yang telah ditumbuk halus) bagi wanita yang mandi suci dari
haid/nifas dan dalam memandikan jenazah. Padahal campuran daun bidara
tersebut tentu saja akan memberi perubahan pada air.
Lebih dari itu, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa air yang
mengalami perubahan warna, bau, atau rasa oleh campuran unsur lain,
tidak lagi termasuk kategori air yang menyucikan.
Inilah pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini yang dipilih oleh
Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al-Fatawa (21/17-20 cet. Darul
Wafa’), Asy-Syaikh As-Sa’di di dalam Al-Mukhtarat Al-Jaliyyah (hal.
12-13), Asy-Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa (10/19-20), dan
Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (1/38, 44, cet.
Muassasah Asam). Ini juga adalah mazhab Abu Hanifah dan salah satu
riwayat dari Ahmad.
Kalau pun terjadi perubahan warna, bau, atau rasa karena pengaruh
benda najis yang bercampur dengannya, air itu bernajis dan sudah tidak
suci lagi. Salah satu saja dari tiga sifat tersebut yang berubah, baik
warna, bau, atau rasanya, maka air itu telah ternajisi dan tidak sah
untuk wudhu atau mandi.
Kesimpulannya, air hanya terbagi menjadi dua:
1. Air yang suci
lagi menyucikan (thahur), meskipun berubah sebagian sifatnya oleh
campuran unsur suci, selama tidak mengubahnya keluar dari nama air ke
nama lain. Jenis ini sah untuk wudhu dan mandi.
2. Air yang
ternajisi oleh unsur najis yang mengubah salah satu sifatnya, baik
warna, bau, maupun rasanya. Jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar