Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani Rahimahullah
1. MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat,
menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat
fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun
shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan
lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf
saat perang berkecamuk dahsyat.
* Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah
atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi
dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke
qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke
arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke
porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada
penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya
sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang
yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya
untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan
atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan
isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan
sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu
yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup
menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami
sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung
ke bumi (lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail (sholat malam-red) sambil
berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau
sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan
duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang
masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud.
Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila
atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk
beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai
sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang
dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan
tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka
shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal
maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu
(terpaksa).
15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping
kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping
kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di
depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti
mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu
takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur
sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali
lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.
(tambahan-red)
Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS (SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di
masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil,
berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan
biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah
karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan hal itu.
19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang
siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran
yang diwajibkan.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal
atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya
sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah
(menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik
pembatas”.
21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang
termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke
pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri
sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini
tidak sah.
22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau
yang
sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang
berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan
meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi
maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di
depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid
Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan
keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat
mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik
baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya
lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan
seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu
pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat
di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat
itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan
maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan
mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak
lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang
shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di
depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa
terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing
hitam.
3. NIAT
28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan
dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu
zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan
syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini
merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang
menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh
orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).
4. TAKBIR
29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya :
Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam
kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit,
suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
33.
Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau
sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya
yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu,
sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung
telinga.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah
takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu
was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan.
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu
yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan,
janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian
juga saat menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur
diantaranya ialah :
“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.
“Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu,
kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain
Engkau”.
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL
MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA
YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN
KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku
sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah,
bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih
dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari
kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim
dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN
[MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII
WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU
WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA
ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA,
DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU
LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA
YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU
‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII
YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA
WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA
TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan
penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb
semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku
diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya
Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau
Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah
menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua
dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa.
Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya
Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan
jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala
keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang
Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali
kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari
siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi,
aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
5. QIRAAH (BACAAN)
46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah,
ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca
Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk
menghafalnya.
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada
sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan
melainkan karena Allah”.
52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap
ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti,
kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti,
kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya.
Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya.
Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat
sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang
membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum
tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah
bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang
membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat
ini tidak tsabit dari sunnah.
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain
atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula
pada shalat jenazah.
56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula
diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian),
batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang
dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan
shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada
shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat
maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang
disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan
ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang
mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied,
shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan
isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar,
rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat
isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum
tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan
dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an
dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu
tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah
dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya
dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
73.
Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu
merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu
hukumnya wajib.
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.
76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan
antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud
hampir sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
81. Dan saat i’tidal mengucapkan .
“Syami’allahu-liman hamidah”.
“Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri.
“Rabbanaa wa lakal hamdu”
“Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah
wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini
adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman
hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN
88.
Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu
sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun
dengan kedua
lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99 Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.
100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang
pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua
telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
103. Mengucapkan ketika sujud.
“Subhaana rabbiyal ‘alaa”
“Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk.
“Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”.
116. Dapat pula mengucapkan.
“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”.
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum
bangkit berdiri,
sekadar selurus tulang menempati tempatnya.
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil
menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang
tepung mengepal kedua tangannya.
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA
”135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya :
“At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan –
nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa
‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna
muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.
“Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan
serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya.
Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi
bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
hamba dan rasul-Nya”.
145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa
muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali
muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali
ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan
keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147. Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan
sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.
(tambahan-red) Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud
maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL
QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID
DAJJAAL.”
artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam,
siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid
Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki
yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan :
“Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa
‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii
fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa
yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man
‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa
ilayika”.
“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan
berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku
pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang
Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau
tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan
untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu,
dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai
Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung
kecuali kepada-Mu”.
166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para
shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal
paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan
menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan
pada tasyahud awal.
175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan
mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min
‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri
fitnatil masyihid dajjal”.
“Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan
dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati
serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”.
BERDO’A SEBELUM SALAM
176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya
dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak
dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut
maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat
bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
PENUTUP
Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan
hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama
berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai
dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang
kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang
telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima
shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala
shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat
lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
0 komentar:
Posting Komentar